Dalam dunia penelitian, sebuah objek yang baru ditemukan, bisa dinamai oleh penemunya atau penelitinya. Artinya, objek itu belum memiliki informasi apa pun sebelumnya. Dan karena sang peneliti telah menemukan serta menghasilkan informasi baru, adalah sebuah kehormatan jika kemudian objek baru tersebut dinamai sama dengan namanya.
Ada satu artikel menarik di National Geographic Edisi Maret 2025 yang saya baca. Yaitu tentang Rena Effendi. Ia seorang perempuan yang berburu kupu-kupu langka. Kupu-kupu itu bernama latin: Satyrus effendi. Penamaan spesies itu berasal dari nama ayahnya. Ayahnya lah yang berburu kupu-kupu tersebut dulu dan menelitinya. Dan telah almarhum.
Rasa cinta dan kerinduan pada sang ayah mendorong Rena untuk mencari kupu-kupu tersebut ke habitatnya di wilayah perbatasan Azerbaijan dan Armenia. Naik turun bukit hingga menyeberangi perbatasan yang tengah diliputi konflik. Ia bertemu dengan anak-anak didik ayahnya di Armenia, yang kemudian membantunya melakukan pencarian.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu pencarian yang melelahkan, hasilnya nihil. Lalu berlanjut bertahun-tahun, hasilnya juga sama: ia tak pernah melihat si kupu-kupu yang dicari. Hingga ia mulai berdamai dengan gagasannya, bahwa ia tak akan pernah melihat Satyrus effendi terbang di alam. Mahluk mungil bersayap itu seperti telah dimanisfestasikan sebagai ayahnya yang hidup dalam dimensi lain. Tersirat ada rasa kecewa karena ingin menyerah.
Tapi satu hal penting dari pencariannya adalah ia mendapatkan hal lain. Pencariannya itu ternyata membawanya mengenal ayahnya lebih dekat. Ia menjelajah padang rumput dan pegunungan, tempat ayahnya dulu melalui hari-hari. Tempat-tempat yang menjadi tempat kesayangan sang ayah. Ia bersua orang-orang yang berseri-seri bercerita mengenang ayahnya. Membuatnya mengenal teman-teman ayahnya. Yang ia simpulkan bahwa pencariannya tak sia-sia, ia menjadi mengenal ayahnya lebih baik daripada saat ia masih hidup.
Kisah Rena Effendi itu mengingatkan saya pada sebuah makna tentang menjalani proses untuk mendapatkan tujuan. Hal-hal yang sering luput diperhatikan banyak orang. Bahwa dalam hal apa pun, menjalani proses dan melakukannya sungguh-sungguh dengan hati, selalu lebih penting daripada tujuan itu sendiri. Karena dalam sebuah proses lah, pertumbuhan sebagai manusia itu terjadi. Sesuatu yang paling berharga dalam menjalani kehidupan.
Tapi, apa yang saya baca di majalah 'jendela kuning' ini tidak seperti sebuah film yang berakhir menyedihkan. Pada suatu tengah hari, Rena tengah duduk memejamkan mata dalam sebuah jeda. Ia melihat serangga berwarna gelap terbang tepat ketika ia membuka mata. Sayapnya yang coklat berkilau, begitu kontras dengan warna langit. "Itu Satyrus effendi", serunya. Itu kupu-kupu yang telah dicarinya selama ini. Ia masih ada. Ia terbang di alam, menukik di lereng pegunungan. []
I Komang Gde Subagia | Denpasar, April 2024
Comments
Post a Comment