Apa yang bisa diceritakan dari kegiatan rutin? Seperti piodalan enam bulan sekali dalam keluarga besar saya di Bali? Sebuah upacara peringatan berdirinya pura keluarga. Yang kali ini diperingati pada awal Desember 2023, tepat tanggal satu, Sukra Umanis Kelawu 1945 Saka.
Jika hanya kabar dan cerita, tentu ada saja yang bisa dituliskan. Segala sesuatu yang pasti selalu berubah seiring waktu. Yang lalu dan sekarang tak pernah sama, walau tempat dan pelakunya masih sama.
Setiap piodalan, saya selalu memotret. Mengambil gambar wajah-wajah setiap anggota keluarga. Ketika gambar-gambar itu saya bandingkan dengan gambar piodalan-piodalan sebelumnya, di sanalah perubahan itu terlihat.
Bapak, ibu, paman, bibi; terlihat makin menua. Orang tua kami makin renta, walau mereka tetap bersemangat. Anak-anak yang dulu lucu kini sudah beranjak remaja dan lebih bersolek. Tak lagi suka menangis atau kejar-kejaran saat acara. Mereka sekarang lebih sering sibuk menggenggam telepon pintarnya masing-masing.
Beberapa bangunan pelinggih ada yang telah direnovasi. Seperti bale-bale tempat banten, dulu banyak dari kayu, sekarang berganti menjadi berbahan besi atau baja ringan.
Dan seiring berjalannya waktu, keluarga besar saya pun membentuk kepengurusan. Khusus untuk mengelola kegiatan pura paibon kami. Saya menjadi bagian dari pengurus itu. Pembentukannya setahun yang lalu. Tepatnya pada piodalan sebelumnya, 8 Oktober 2022. Berita acara kami buat untuk membuat administrasinya menjadi lebih rapi.
Ketua dijabat oleh kakak sepupu saya: I Wayan Artana. Ia bagian angkatan muda dan paling senior di keluarga besar saya. Lagipula, pengalamannya menjadi jero klian atau pengurus di desa tempat pura kami berdiri, juga menjadi alasan yang kuat.
Saya sendiri terpilih menjadi jero penyarikan alias sekretaris, yang awalnya diusulkan menjadi bendahara. Saya sendiri yang mengusulkan dan menyanggupi menjadi sekretaris. Alasannya tak lain karena saya suka mengarsipkan. Saya suka membuat dokumentasi, baik dalam bentuk foto, video, maupun tulisan. Saya merasa cocok saja menjadi sekretaris daripada bendahara.
Akhirnya bendahara dijabat oleh adik sepupu saya, Aditya Dwipayana. Ia seorang pegawai bank. Tentu lebih mengerti mencatat cash flow. Juga lebih paham membuat laporan yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Pas.
Awalnya yang ditunjuk sebagai bendahara adalah adik saya, yang juga seorang pegawai bank. Tapi dari masukan yang ada, kepengurusan hendaknya tidak dijabat oleh mereka yang masih bersaudara kandung. Biar tak ada nepotisme. Ada-ada saja. Padahal kami semua bersaudara, baik saudara kandung, bersepupu, atau bersepupu tingkat kedua dan seterusnya.
Setelah kepengurusan terbentuk, yang hanya terdiri dari tiga pengurus, saya mengusulkan anggota pengurus tambahan. Yaitu bagian keamanan dan perlengkapan. Tugas keamanan diemban oleh I Wayan Surata. Cocok, karena ia adalah anggota 'pecalang' di desa. Lalu bagian perlengkapan oleh I Nengah Sudiantara. Cocok juga. Rumahnya adalah di mana pura kami berdiri, jadi segala sesuatu bisa segera ditangani olehnya. Keduanya ini adalah kakak sepupu jauh saya.
Lalu apa? Jadilah kami yang menjadi pengurus memiliki tanggung jawab jika piodalan berkala ini dilaksanakan. Tanggung jawab itu menurut saya tak berat-berat amat. Malah menyenangkan. Saya menikmatinya. Bagi saya pribadi, itu adalah salah satu perubahan yang dirasakan. Rasa memiliki menjadi lebih diasah.
Selebihnya, untuk piodalan kali ini, biarkan beberapa foto saja yang berbicara. Sebagian besar saya unggah di Facebook, yang aksesnya terbatas, hanya bisa dilihat oleh mereka yang saya masukkan ke grup pertemanan keluarga besar saya. Beberapa foto, bisa dilihat di tautan yang sudah saya sisipkan. []
I Komang Gde Subagia | Klungkung, Desember 2023
Comments
Post a Comment