Berjalan turun dan mendaki
Terlelap dalam 1000 mimpi, untuk terlahir lagi
Berlayar lewati samudera dan terbang menembus angkasa
Resapi suka duka, lelah ku berkelana
Aku pergi dengan restunya, aku lewati tiga dunia
Aku kan pulang, ku tahu dia menungguku dengan cinta
Kurasa hangat dan damai di rumah
Tak pernah berubah
Terlahir sebagai manusia
Hadiah yang tiada tara, berbungkus tanda tanya
Hidup untuk menjawabnya, hingga tiba waktunya
Tiket kereta terakhir kugenggam
Terbayang kau di nirwana
Setubuhi aku, hapus gelap malam
Dan kita pun tenggelam dalam cahaya
Malam ini saya membayangkan banyak peristiwa. Tentang perjalanan hidup menjadi seorang manusia di dunia yang kenapa itu semua bisa ada. Aneh? Saya kira tidak. Saya suka melakukannya.
Bagi saya, kita semua adalah sama sebagai satu kesatuan utuh semesta. Hanya saja kita jarang atau tidak menyadarinya. Kok bisa? Entahlah. Teknologi pikiran saya terlampau terbatas untuk memahaminya, apalagi menjelaskannya, tapi cukup untuk bisa merasakannya. Kita adalah satu, tapi merasa terpisah satu sama lain sebagai bagian-bagian terkecil semesta. Karena ilusi ruang dan waktu, kita menjelma menjadi mahluk yang berbeda, menjalani cerita yang berbeda. Dipertemukan sebagai manusia yang saya yakin bukan kebetulan belaka. Saya yang menemukan atau ditemukan, olehmu, oleh kalian. Yang kemudian saya menjadikanmu sebagai ibunda atau kekasih tercinta. Atau mungkin sebagai sahabat, pohon berbunga, atau udara di alam terbuka.
Pada dimensi ruang, saya selalu terpesona dengan indahnya. Saya mencipta melalui anugerah lima indra. Otak ini menjadi sebuah lensa yang secara matematis mengubah frekuensi-frekuensi yang ditangkap kelimanya, menjadikannya persepsi di dalam pikiran. Dengan mata, saya membedakan warna, merasakan jarak, atau melihat rupa. Dengan telinga, saya mendengar ia sebagai desau angin atau indah nyanyian. Dengan hidung, saya mencium wangi nafas dan tubuh. Dengan kulit, saya tahu bahwa kaki menjejak bumi, menyentuh panas dan dingin, atau merasakan jantung yang berdetak. Melalui lidah, saya mengecap manis gula-gula. Otak saya memproses semuanya. Apakah semua ini adalah ilusi yang saya ciptakan sendiri? Apakah saya sendirian dalam kesunyian yang abadi? Ah semesta, saya merasakan hidup dan bernafas. Saya lupa pada kesadaran.
Pada dimensi waktu, ia selalu menjadi misteri. Apakah kita tahu bahwa bintang di langit itu adalah masa lalu? Ribuan tahun cahaya jaraknya dari bumi membuat kita melihat bintang yang sebenarnya bersinar ribuan tahun silam. Sementara masa depan berlaku sebagai integralnya. Masa lalu, masa kini, dan masa depan adalah sesuatu yang terjadi serentak. Jadi apa yang sebenarnya kita khawatirkan jika segala sesuatunya memang sudah ada? Semuanya sudah digariskan? Mata saya berkunang-kunang. Memang susah dimengerti, dan saya tak sanggup untuk mengerti. Dalam ilusi ini, saya sering gentar dengan waktu. Ia menjadikan apa yang saya miliki akan musnah. Terutama segala ikatan dunia saya yang menggunakan rasa. Kita ternyata tak ada apa-apanya setelah tenggelam di kedalaman samudera waktu. Ribuan atau jutaan tahun yang akan datang, apa yang tak akan hilang dan lupa? Padahal semuanya ada dalam ketiadaan. Ah dunia, ibunda dan kekasih tercinta, saya beruntung pernah dihadirkan dan ditemukan oleh kalian.
Selamanya terjebak dalam ruang dan waktu memang membuat saya merasa ada. Padahal itu tidak ada. Saya yang merasa ada sebagai manusia memilah-milah berbagai fenomena semesta yang ternyata itu semua adalah artifisial. Segenap semesta ini pada akhirnya adalah suatu jaringan yang kompleks, menampar dan menyadarkan bahwa ruang dan waktu tak lagi sebuah hal nyata. Apakah kesadaran yang menciptakan perwujudan otak saya? Termasuk tubuh dan segala sesuatu di sekitarnya adalah saya tafsirkan sebagai benda berwujud? Apalah arti kelahiran jika ternyata ia bersamaan dengan kematian, juga pertemuan dan perpisahan? Kita tiada dan ada bersama selamanya, bukan?
Ah, saya jadi ke mana-mana dalam monolog tentang saya dan semesta. Padahal maksudnya hanya untuk kilas balik segala peristiwa dari masa ke masa di dunia. Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun ya! Semoga tidak gila, kata mereka. []
Klungkung, Maret 2016
Lirik diambil dari Navicula - Tak Pernah Berubah
Comments
Post a Comment