Berbagai peralatan telah dinaikkan ke atas perahu. Jangkar juga telah diangkat. Jadilah pagi itu dua perahu mengangkut saya bersama rekan-rekan seperjalanan menyeberangi perairan dari Teluk Nira di Lombok Utara, menuju Gili Trawangan, salah satu gili atau pulau dari tiga gili yang merupakan objek wisata terkenal di Lombok.
Saat itu gelombang laut masih bersahabat karena kami melakukan penyeberangan masih di bawah jam sepuluh pagi. Kata tukang perahu, gelombang laut selepas siang akan lebih besar karena mulai jam-jam tersebutlah air laut mulai pasang. Tiga gili yang termasuk bagian dari Desa Gili Indah ini terlihat berjajar beberapa kilometer di sebelah kanan perahu di sepanjang perjalanan kami.
Gili Trawangan ini dapat dicapai dengan perahu motor dari Bangsal atau Teluk Nira di Kabupaten Pemenang, Lombok Utara. Ada banyak kapal motor yang bisa kita sewa di tempat tersebut. Hanya saja apabila ingin berkeliling di perairan Desa Gili Indah ini dan memulainya dari gili, kita diwajibkan menggunakan perahu-perahu masyarakat setempat yang telah dikelola oleh Koperasi Jaya Bahari, koperasi masyarakat Desa Gili Indah.
Cuaca begitu panas ketika perahu telah bersandar di pantai timur Gili Trawangan. Saya bertemu dengan beberapa rekan yang telah tiba lebih dulu di pulau itu. Dalam perjalanan saya di Gili Trawangan ini, rombongan perjalanan saya secara umum terbagi menjadi tiga. Saya bersama enam rekan berstatus sebagai siswa selam yang melakukan latihan penyelaman ditemani oleh seorang pelatih. Kemudian kelompok kedua adalah beberapa rekan yang hanya melakukan snorkling atau renang permukaan yang ikut bergabung dengan perahu saya. Kemudian kelompok ketiga adalah rombongan yang isinya adalah rekan-rekan yang sudah berstatus sebagai penyelam di perahu yang lain.
Turun Untuk Kali Pertama
Seusai meletakkan berbagai perlengkapan yang kiranya tidak diperlukan di penginapan, saya bersama pelatih dan enam rekan yang berstatus siswa selam ini menuju ke sebuah spot penyelaman di sebelah timur Gili Trawangan. Oleh orang setempat spot penyelaman ini dinamakan PLN, karena lokasinya dekat dengan pembangkit listrik di Gili Trawangan.
Sebelum menyelam, saya dan rekan-rekan siswa melakukan skin diving atau renang permukaan bolak-balik dari perahu ke sisi pulau. Diselingi dengan mempraktikkan beberapa ketrampilan yang diperlukan ketika skin diving serta pengulangan beberapa materi selam yang diberikan oleh pelatih.
Ketika kami tiba kembali di perahu, semua peralatan selam pun dipasang. Cek dan ricek kelengkapan sesama buddy pun dilakukan layaknya saling mengingatkan antara leader dan belayer di dalam dunia panjat tebing. Setelah ada sinyal OK, kami pun menceburkan diri lagi ke perairan.
Kedalaman saat itu kurang lebih lima meter. Itu terlihat dari karang dan pasir yang jelas tampak dari permukaan. Setelah turun ke dasar, saya mempraktikan lagi ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan di dalam air. Mask clearing, buddy breathing, netral bouyancy, dan lain-lain. Barulah setelah keterampilan itu selesai dilakukan, kami menyelam lebih dalam lagi. Altimeter memperlihatkan kedalaman saat itu dua belas meter di bawah permukaan laut. Karang-karang begitu indah. Ikan-ikan penuh warna bermain di sela-sela tetumbuhan laut. Saya tidak begitu mengetahui nama-nama species di kedalaman air ini. Hanya ikan-ikan nemo seperti film animasi disney serta seekor penyu hijau yang ikut berenang bersama kami yang saya kenali.
Saya begitu gembira melihat keindahan bawah laut ini. Ya, karena ini adalah pertama kalinya saya menyelam di laut. Melihat dunia yang baru. Perasaan takut yang sebelumnya saya rasakan berangsur-angsur hilang. Sepertinya saya lebih deg-degan ketika mengingat latihan di kolam renang dahulu. Tetapi saya tetap berusaha untuk mengendalikan rasa gembira ini untuk menghindari kecorobohan yang mungkin membuat kita menyepelekan hal-hal yang biasanya dianggap mudah.
Turun Untuk Kali Kedua
Kami kembali ke Gili Trawangan. Makan siang di warung tepian jalan sisi timur pulau ini terasa sangat nikmat seusai bermain air cukup lama. Tapi sungguh di luar dugaan, harga makan di gili ini sangatlah mahal. Bisa dibilang harganya tiga kali lipat dari harga makanan berjenis sama di Kota Jakarta. Tetapi untuk beberapa makanan instan seperti air mineral maupun snack, kenaikannya tidaklah begitu signifikan. Jadi jangan kaget ketika seusai makan kita hendak membayar kepada pemilik warung.
Perut kenyang. Tenaga pun pulih. Kami bergerak lagi. Kali ini ke sebuah spot penyelaman di sisi utara Gili Nemo. Penyelaman yang kedua ini cukup mendebarkan. Saya turun menyelam tidak lagi dari tempat yang dangkal, melainkan langsung di perairan yang lebih dalam. Dasar laut tidak kelihatan dari permukaan. Arus pun sepertinya cukup kuat. Kali ini kami akan meyelam mengikuti arah arus. Perahu yang menyertai kami akan mengikuti arah penyelaman kami dari gelembung-gelembung udara yang kami timbulkan di permukaan air selama menyelam.
Beberapa meter setelah turun ke bawah, dasar laut sudah mulai kelihatan. Lembahan yang mengarah ke tengah laut lepas masih terlihat gelap. Saya memfokuskan diri untuk menjaga posisi saya masih berdekatan dengan buddy dan pelatih ketika turun dan mengikuti arah arus ini. Saya pikir, rekan-rekan saya yang lain juga menganggap penyelaman kedua ini sedikit lebih sulit dari sisi psikis. Terlihat dari beberapa rekan yang masih naik lagi ke permukaan karena bermasalah dengan ekualisasi maupun posisi satu dengan yang lain terpaut cukup jauh. Setelah semuanya normal dan berkumpul berdekatan di kedalaman kurang lebih dua belas sampai lima belas meter, kami pun memulai penjelajahan.
Hal penting di dalam melakukan penjelajahan adalah navigasi. Ini akan dipelajari pada penyelaman tingkat lanjut. Permukaan dasar laut bisa dijadikan sebagai salah satu patokan dalam bernavigasi. Apabila permukaan cenderung mengarah naik, maka itulah arah pantai. Demikian sebaliknya, apabila permukaan mengarah menurun dan dalam, maka itulah arah ke kedalaman atau laut lepas. Berdasarkan hal tersebut, kita bisa menyelam di kedalaman tertentu dan menjadikan permukaan dasar laut itu sebagai garis acuan.
Senja dan Malam di Gili Trawangan
Gili Trawangan adalah pulau tempat saya bermalam. Pulau ini termasuk ke dalam kawasan Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Ia adalah gili yang paling terkenal dan terbesar di antara kedua saudaranya, Gili Meno dan Gili Air. Juga memiliki fasilitas wisata yang lebih seperti ketersediaan ATM, penginapan, hotel, kafe, maupun nuansa-nuansa pesta setiap malamnya. Sebagian besar keramaian penduduk maupun wisatawan berpusat di pesisir pantai sebelah timur.
Tidak ada kendaraan bermotor di Gili Trawangan. Transportasi di pulau ini hanyalah cidomo, sepeda, dan jalan kaki. Ada banyak tempat penyewaan sepeda atau cidomo yang parkir di sepanjang jalan yang bisa kita gunakan untuk berkeliling. Ada aturan lokal yang dihormati oleh semua warga untuk tidak memasukkan kendaraan bermotor ke dalam gili.
Alhasil, sore itu seusai turun dari laut saya bersama beberapa rekan meluncur menuju pantai barat pulau ini dengan menyewa sebuah cidomo. Dentuman house music dari sound system seadanya di atas dashboard cidomo mengiringi guncangan perjalanan saya menuju sunset bar, sebuah kafe di pantai barat Gili Trawangan. Dari sopir kendaraan di Pulau Lombok nanti saya ketahui bahwa memang begitulah hal yang menjadi kebiasaan pengendara angkutan umum di Lombok, cidomo atau angkot yang memiliki alunan house music adalah sesuatu yang diminati pengemudinya. Katanya, makin keras dentuman musiknya, makin laku cidomonya.
Di pantai barat pulau ini, beberapa wisatawan telah cukup ramai duduk di sepanjang pantai. Alunan house music dan reggae silih berganti berkumandang dari sunset bar, kafe satu-satunya di pantai itu. Matahari yang kemerah-merahan perlahan mulai turun walaupun awan yang bergumpal-gumpal begelayut di cakrawala. Sunset, pantai, pasir putih, dan dentuman musik mengiringi hari yang beranjak malam. Kemudian seorang pemuda memainkan keterampilannya menari api, memainkan bandul yang ujungnya adalah bola api sambil berlenggak-lenggok mengikuti alunan musik.
Di malam hari ada banyak kafe dan pub yang menggoda. Akan ada pesta setiap malam yang tempatnya dirotasi silih berganti di antara kafe dan pub yang ada di Gili Trawangan ini. Dan ini juga diatur oleh aturan lokal setempat, dimaksudkan supaya pesta terpusat di satu tempat saja. Perjudian dan sejenisnya dilarang di tempat ini. Restoran dan warung-warung tenda, walaupun sebagian besar menawarkan menu masakan ikan laut juga menawarkan menu lain yang bervariasi. Kesimpulannya adalah banyak pilihan makanan, hanya saja yang menjadi masalah adalah harganya di atas standar.
Hal yang juga menarik di Gili Trawangan ini adalah suasananya yang santai. Belum pernah saya lihat orang yang terburu-buru di sini. Yang ada hanyalah suasana menikmati jalan-jalan keliling pulau, menikmati sarapan atau makan malam, melihat matahari terbenam, menikmati musik, berenang, pasir putih, air laut, dan alunan lagu. Charlie, seorang warga Belanda yang telah menikah dengan seorang pria Lombok dan telah tinggal di Gili Trawangan ini lebih dari lima tahun mengatakan bahwa ia menyukai tinggal di tempat ini karena suasananya yang tidak crowded, tidak ada polusi, dan ia telah jatuh cinta pada Gili Trawangan.
Penyelamatan Penyu di Gili Trawangan
Pagi mulai datang di hari kedua saya di Gili Trawangan. Saya sempatkan untuk sedikit berjalan-jalan menuju ke arah penangkaran penyu hijau di satu sudut tepi pantai. Tapi sayang, saat itu penjaganya (Bapak Marjan) sedang di Lombok. Yang ada hanyalah Gus Wayan, seorang pemuda asal Bali yang menjaga toko souvenirnya yang sedang duduk di samping tempat penangkaran penyu tersebut. Gus Wayan mengatakan bahwa penangkaran penyu ini adalah swadaya dari masyarakat yang dikomandoi oleh Kepala Dusun Gili Trawangan yang kemudian dibantu oleh Garuda Indonesia Airways, maskapai penerbangan nasional di negeri ini dalam mendirikan bangunan yang lebih permanen.
Penangkaran ini dilakukan dengan membeli telur-telur penyu yang ditemukan oleh warga. Untuk kemudian ditetaskan dan dilepaskan ke laut setelah waktunya mencukupi. Tak begitu jelas tentang dana yang digunakan dalam mengelola penangkaran penyu ini karena Gus Wayan hanya tahu dari swadaya penduduk setempat, sumbangan Garuda Indonesia, dan sumbangan wisatawan yang berkunjung. Dan memang ada sebuah kotak kecil yang bisa kita isi dengan rejeki kita jika kita berkunjung ke sana. Mengenai kehidupan penyu itu sendiri, saya kira sepertinya tidak jauh berbeda dengan kehidupan penyu di Pangumbahan yang pernah saya kunjungi dahulu.
Hari Kedua, Menyelam dan Pelantikan
Pagi mulai beranjak siang ketika saya bergerak ke laut. Hari ini saya akan menyelam lagi. Kali ini penyelaman penjelajahan di sebuah spot diving yang mana terdapat sebuah kapal tongkang karam di dalamnya. Namanya spot ini lebih dikenal dengan Bounty Wreck. Suasana cukup menyeramkan ketika di bawah laut saya berenang mendekati kapal tua yang sudah dipenuhi dengan karang tersebut. Dengan suasana yang gelap di lorong-lorongnya serta ban-ban bekas dan berbagai benda kapal tersebut yang berserakan di sekitarnya.
Kurang lebih satu sampai dua jam saya menyelam. Kami istirahat siang di pantai barat Gili Meno. Sebuah ceremonial untuk mengukuhkan saya dan rekan-rekan siswa yang belajar selam telah disiapkan oleh rekan-rekan dari XL Adventure. Kami secara bergantian harus menyelam dan memakai baju POSSI-CMAS di dalam air sebagai simbol pelantikan. Hanya saja karena lokasi pantai tempat kami adalah pantai yang landai, ceremonial tersebut dilakukan di bawah air yang kedalamannya hanya satu sampai dua meter. Begitulah, secara ceremonial kami bertujuh sebagai siswa sertifikasi selam POSSI-CMAS dinyatakan lulus. Sedangkan secara administrasi akan menyusul kemudian di Jakarta.
Mejelang senja, akhirnya kami semua kembali menuju ke Teluk Nira di Pulau Lombok. Berpisah dengan tiga rekan saya yang sebelumnya tetap tinggal di Gili Trawangan. Untuk kemudian menunggu bus jemputan yang akan membawa kami ke Kota Mataram hingga malam menjelang.
Gili Nanggu
Hari ketiga di Lombok, hari valentine, rombongan kami terpecah lagi menjadi tiga. Saya bersama beberapa rekan menuju ke Gili Nanggu, sebuah pulau di perairan Sekotong. Beberapa rekan saya yang lain memutuskan untuk jalan-jalan dan hunting foto di beberapa destinasi wisata di Pulau Lombok. Dan dua rekan yang lain jalan-jalan spesial di hari kasih sayang ini.
Gili Nanggu adalah sebuah pulau pribadi. Milik seorang pengusaha pertambangan asal Jakarta, kata Wayan yang bekerja di resort di gili ini. Pulau ini dimiliki ketika belum ada perundang-undangan yang melarang kepemilikan sebuah pulau. Pulau yang luasnya kurang lebih 12,5 hektar ini memiliki resort yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan yang berkunjung. Di pulau ini juga ada tempat penangkaran penyu yang dikelola juga oleh karyawan-karyawan resort. Tidak jauh berbeda dengan di Gili Trawangan, penangkaran penyu ini juga swadaya pemilik pulau. Telur-telur penyu didapatkan dari warga setempat, Gili Nanggu resort membelinya untuk ditetaskan dan kemudian dilepasliarkan.
Hal yang menarik adalah penyu-penyu ini dilepaskan setelah berumur delapan bulan, bukan yang berumur dengan hitungan hari atau minggu lagi. Dipadukan dengan kegiatan ekowisata di pulau ini. Artinya wisatawan yang berkunjung diberikan paket melepasliarkan penyu-penyu yang ada dengan biaya tertentu dimana nantinya keuntungan yang didapatkan akan digunakan untuk operasional penangkaran penyu tersebut.
Tentang laut, perairan di sebelah selatan Gili Nanggu ini biasa digunakan sebagai tempat snorkling. Tidak ada keterangan untuk spot diving. Dari peta-peta spot diving di Lombok juga dikatakan jarang yang mencoba diving di tempat ini. Tetapi saya mencoba untuk diving lagi di perairan Gili Nanggu ini dengan kedalaman kurang lebih enam meter, memang cukup dangkal. Selain karena spotnya yang memang sepertinya untuk snorkling, juga karena sebagian besar dari kami dalam tahap netralisasi nitrogen setelah menyelam cukup banyak di hari-hari sebelumnya. Dalam menyelam, ada banyak perhitungan waktu yang menentukan boleh atau tidaknya kita menyelam.
Perairannya tidak lebih bagus dari spot-spot penyelaman saya sebelumnya di Gili trawangan. Air keruh dan terumbu karang serta ikan yang biasa saja di perairannya yang dangkal, tapi tetap indah bagi saya yang hanya baru tiga hari ini mengenal kegiatan menyelam. Yang membuat spesial adalah saya melewati hari yang katanya adalah valentine ini di dunia bawah laut.
Pulang
Di pagi yang dingin saya merasa kesunyian. Seluruh rekan saya telah berangkat ke Jakarta di pagi-pagi buta. Sungguh aneh rasanya di tempat yang sebelumnya saya merasakannya keramaian dan kebersamaan kini tiba-tiba hanya sendiri. Saya akan melanjutkan perjalanan ke Bali, ke kampung halaman.
Sampai jumpa Lombok. Tempat pengalaman saya untuk pertama kalinya belajar menyelam di dalam perairannya. Membawa saya ke dunia baru yang menyajikan warna-warni baru, mahluk hidup beraneka ragam, serta tekstur alam yang menakjubkan.
Mataram - Jakarta, February 2011
Saat itu gelombang laut masih bersahabat karena kami melakukan penyeberangan masih di bawah jam sepuluh pagi. Kata tukang perahu, gelombang laut selepas siang akan lebih besar karena mulai jam-jam tersebutlah air laut mulai pasang. Tiga gili yang termasuk bagian dari Desa Gili Indah ini terlihat berjajar beberapa kilometer di sebelah kanan perahu di sepanjang perjalanan kami.
Gili Trawangan ini dapat dicapai dengan perahu motor dari Bangsal atau Teluk Nira di Kabupaten Pemenang, Lombok Utara. Ada banyak kapal motor yang bisa kita sewa di tempat tersebut. Hanya saja apabila ingin berkeliling di perairan Desa Gili Indah ini dan memulainya dari gili, kita diwajibkan menggunakan perahu-perahu masyarakat setempat yang telah dikelola oleh Koperasi Jaya Bahari, koperasi masyarakat Desa Gili Indah.
Cuaca begitu panas ketika perahu telah bersandar di pantai timur Gili Trawangan. Saya bertemu dengan beberapa rekan yang telah tiba lebih dulu di pulau itu. Dalam perjalanan saya di Gili Trawangan ini, rombongan perjalanan saya secara umum terbagi menjadi tiga. Saya bersama enam rekan berstatus sebagai siswa selam yang melakukan latihan penyelaman ditemani oleh seorang pelatih. Kemudian kelompok kedua adalah beberapa rekan yang hanya melakukan snorkling atau renang permukaan yang ikut bergabung dengan perahu saya. Kemudian kelompok ketiga adalah rombongan yang isinya adalah rekan-rekan yang sudah berstatus sebagai penyelam di perahu yang lain.
Turun Untuk Kali Pertama
Seusai meletakkan berbagai perlengkapan yang kiranya tidak diperlukan di penginapan, saya bersama pelatih dan enam rekan yang berstatus siswa selam ini menuju ke sebuah spot penyelaman di sebelah timur Gili Trawangan. Oleh orang setempat spot penyelaman ini dinamakan PLN, karena lokasinya dekat dengan pembangkit listrik di Gili Trawangan.
Sebelum menyelam, saya dan rekan-rekan siswa melakukan skin diving atau renang permukaan bolak-balik dari perahu ke sisi pulau. Diselingi dengan mempraktikkan beberapa ketrampilan yang diperlukan ketika skin diving serta pengulangan beberapa materi selam yang diberikan oleh pelatih.
Ketika kami tiba kembali di perahu, semua peralatan selam pun dipasang. Cek dan ricek kelengkapan sesama buddy pun dilakukan layaknya saling mengingatkan antara leader dan belayer di dalam dunia panjat tebing. Setelah ada sinyal OK, kami pun menceburkan diri lagi ke perairan.
Kedalaman saat itu kurang lebih lima meter. Itu terlihat dari karang dan pasir yang jelas tampak dari permukaan. Setelah turun ke dasar, saya mempraktikan lagi ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan di dalam air. Mask clearing, buddy breathing, netral bouyancy, dan lain-lain. Barulah setelah keterampilan itu selesai dilakukan, kami menyelam lebih dalam lagi. Altimeter memperlihatkan kedalaman saat itu dua belas meter di bawah permukaan laut. Karang-karang begitu indah. Ikan-ikan penuh warna bermain di sela-sela tetumbuhan laut. Saya tidak begitu mengetahui nama-nama species di kedalaman air ini. Hanya ikan-ikan nemo seperti film animasi disney serta seekor penyu hijau yang ikut berenang bersama kami yang saya kenali.
Salah satu penghuni laut (photo by Chusen Aun)
Saya begitu gembira melihat keindahan bawah laut ini. Ya, karena ini adalah pertama kalinya saya menyelam di laut. Melihat dunia yang baru. Perasaan takut yang sebelumnya saya rasakan berangsur-angsur hilang. Sepertinya saya lebih deg-degan ketika mengingat latihan di kolam renang dahulu. Tetapi saya tetap berusaha untuk mengendalikan rasa gembira ini untuk menghindari kecorobohan yang mungkin membuat kita menyepelekan hal-hal yang biasanya dianggap mudah.
Turun Untuk Kali Kedua
Kami kembali ke Gili Trawangan. Makan siang di warung tepian jalan sisi timur pulau ini terasa sangat nikmat seusai bermain air cukup lama. Tapi sungguh di luar dugaan, harga makan di gili ini sangatlah mahal. Bisa dibilang harganya tiga kali lipat dari harga makanan berjenis sama di Kota Jakarta. Tetapi untuk beberapa makanan instan seperti air mineral maupun snack, kenaikannya tidaklah begitu signifikan. Jadi jangan kaget ketika seusai makan kita hendak membayar kepada pemilik warung.
Perut kenyang. Tenaga pun pulih. Kami bergerak lagi. Kali ini ke sebuah spot penyelaman di sisi utara Gili Nemo. Penyelaman yang kedua ini cukup mendebarkan. Saya turun menyelam tidak lagi dari tempat yang dangkal, melainkan langsung di perairan yang lebih dalam. Dasar laut tidak kelihatan dari permukaan. Arus pun sepertinya cukup kuat. Kali ini kami akan meyelam mengikuti arah arus. Perahu yang menyertai kami akan mengikuti arah penyelaman kami dari gelembung-gelembung udara yang kami timbulkan di permukaan air selama menyelam.
Turun untuk kedua kali (photo by Chusen Aun)
Beberapa meter setelah turun ke bawah, dasar laut sudah mulai kelihatan. Lembahan yang mengarah ke tengah laut lepas masih terlihat gelap. Saya memfokuskan diri untuk menjaga posisi saya masih berdekatan dengan buddy dan pelatih ketika turun dan mengikuti arah arus ini. Saya pikir, rekan-rekan saya yang lain juga menganggap penyelaman kedua ini sedikit lebih sulit dari sisi psikis. Terlihat dari beberapa rekan yang masih naik lagi ke permukaan karena bermasalah dengan ekualisasi maupun posisi satu dengan yang lain terpaut cukup jauh. Setelah semuanya normal dan berkumpul berdekatan di kedalaman kurang lebih dua belas sampai lima belas meter, kami pun memulai penjelajahan.
Hal penting di dalam melakukan penjelajahan adalah navigasi. Ini akan dipelajari pada penyelaman tingkat lanjut. Permukaan dasar laut bisa dijadikan sebagai salah satu patokan dalam bernavigasi. Apabila permukaan cenderung mengarah naik, maka itulah arah pantai. Demikian sebaliknya, apabila permukaan mengarah menurun dan dalam, maka itulah arah ke kedalaman atau laut lepas. Berdasarkan hal tersebut, kita bisa menyelam di kedalaman tertentu dan menjadikan permukaan dasar laut itu sebagai garis acuan.
Senja dan Malam di Gili Trawangan
Gili Trawangan adalah pulau tempat saya bermalam. Pulau ini termasuk ke dalam kawasan Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Ia adalah gili yang paling terkenal dan terbesar di antara kedua saudaranya, Gili Meno dan Gili Air. Juga memiliki fasilitas wisata yang lebih seperti ketersediaan ATM, penginapan, hotel, kafe, maupun nuansa-nuansa pesta setiap malamnya. Sebagian besar keramaian penduduk maupun wisatawan berpusat di pesisir pantai sebelah timur.
Tidak ada kendaraan bermotor di Gili Trawangan. Transportasi di pulau ini hanyalah cidomo, sepeda, dan jalan kaki. Ada banyak tempat penyewaan sepeda atau cidomo yang parkir di sepanjang jalan yang bisa kita gunakan untuk berkeliling. Ada aturan lokal yang dihormati oleh semua warga untuk tidak memasukkan kendaraan bermotor ke dalam gili.
Alhasil, sore itu seusai turun dari laut saya bersama beberapa rekan meluncur menuju pantai barat pulau ini dengan menyewa sebuah cidomo. Dentuman house music dari sound system seadanya di atas dashboard cidomo mengiringi guncangan perjalanan saya menuju sunset bar, sebuah kafe di pantai barat Gili Trawangan. Dari sopir kendaraan di Pulau Lombok nanti saya ketahui bahwa memang begitulah hal yang menjadi kebiasaan pengendara angkutan umum di Lombok, cidomo atau angkot yang memiliki alunan house music adalah sesuatu yang diminati pengemudinya. Katanya, makin keras dentuman musiknya, makin laku cidomonya.
Di pantai barat pulau ini, beberapa wisatawan telah cukup ramai duduk di sepanjang pantai. Alunan house music dan reggae silih berganti berkumandang dari sunset bar, kafe satu-satunya di pantai itu. Matahari yang kemerah-merahan perlahan mulai turun walaupun awan yang bergumpal-gumpal begelayut di cakrawala. Sunset, pantai, pasir putih, dan dentuman musik mengiringi hari yang beranjak malam. Kemudian seorang pemuda memainkan keterampilannya menari api, memainkan bandul yang ujungnya adalah bola api sambil berlenggak-lenggok mengikuti alunan musik.
Di malam hari ada banyak kafe dan pub yang menggoda. Akan ada pesta setiap malam yang tempatnya dirotasi silih berganti di antara kafe dan pub yang ada di Gili Trawangan ini. Dan ini juga diatur oleh aturan lokal setempat, dimaksudkan supaya pesta terpusat di satu tempat saja. Perjudian dan sejenisnya dilarang di tempat ini. Restoran dan warung-warung tenda, walaupun sebagian besar menawarkan menu masakan ikan laut juga menawarkan menu lain yang bervariasi. Kesimpulannya adalah banyak pilihan makanan, hanya saja yang menjadi masalah adalah harganya di atas standar.
Hal yang juga menarik di Gili Trawangan ini adalah suasananya yang santai. Belum pernah saya lihat orang yang terburu-buru di sini. Yang ada hanyalah suasana menikmati jalan-jalan keliling pulau, menikmati sarapan atau makan malam, melihat matahari terbenam, menikmati musik, berenang, pasir putih, air laut, dan alunan lagu. Charlie, seorang warga Belanda yang telah menikah dengan seorang pria Lombok dan telah tinggal di Gili Trawangan ini lebih dari lima tahun mengatakan bahwa ia menyukai tinggal di tempat ini karena suasananya yang tidak crowded, tidak ada polusi, dan ia telah jatuh cinta pada Gili Trawangan.
Penyelamatan Penyu di Gili Trawangan
Pagi mulai datang di hari kedua saya di Gili Trawangan. Saya sempatkan untuk sedikit berjalan-jalan menuju ke arah penangkaran penyu hijau di satu sudut tepi pantai. Tapi sayang, saat itu penjaganya (Bapak Marjan) sedang di Lombok. Yang ada hanyalah Gus Wayan, seorang pemuda asal Bali yang menjaga toko souvenirnya yang sedang duduk di samping tempat penangkaran penyu tersebut. Gus Wayan mengatakan bahwa penangkaran penyu ini adalah swadaya dari masyarakat yang dikomandoi oleh Kepala Dusun Gili Trawangan yang kemudian dibantu oleh Garuda Indonesia Airways, maskapai penerbangan nasional di negeri ini dalam mendirikan bangunan yang lebih permanen.
Penangkaran ini dilakukan dengan membeli telur-telur penyu yang ditemukan oleh warga. Untuk kemudian ditetaskan dan dilepaskan ke laut setelah waktunya mencukupi. Tak begitu jelas tentang dana yang digunakan dalam mengelola penangkaran penyu ini karena Gus Wayan hanya tahu dari swadaya penduduk setempat, sumbangan Garuda Indonesia, dan sumbangan wisatawan yang berkunjung. Dan memang ada sebuah kotak kecil yang bisa kita isi dengan rejeki kita jika kita berkunjung ke sana. Mengenai kehidupan penyu itu sendiri, saya kira sepertinya tidak jauh berbeda dengan kehidupan penyu di Pangumbahan yang pernah saya kunjungi dahulu.
Hari Kedua, Menyelam dan Pelantikan
Pagi mulai beranjak siang ketika saya bergerak ke laut. Hari ini saya akan menyelam lagi. Kali ini penyelaman penjelajahan di sebuah spot diving yang mana terdapat sebuah kapal tongkang karam di dalamnya. Namanya spot ini lebih dikenal dengan Bounty Wreck. Suasana cukup menyeramkan ketika di bawah laut saya berenang mendekati kapal tua yang sudah dipenuhi dengan karang tersebut. Dengan suasana yang gelap di lorong-lorongnya serta ban-ban bekas dan berbagai benda kapal tersebut yang berserakan di sekitarnya.
Bounty Wreck (photo by Chusen Aun)
Kurang lebih satu sampai dua jam saya menyelam. Kami istirahat siang di pantai barat Gili Meno. Sebuah ceremonial untuk mengukuhkan saya dan rekan-rekan siswa yang belajar selam telah disiapkan oleh rekan-rekan dari XL Adventure. Kami secara bergantian harus menyelam dan memakai baju POSSI-CMAS di dalam air sebagai simbol pelantikan. Hanya saja karena lokasi pantai tempat kami adalah pantai yang landai, ceremonial tersebut dilakukan di bawah air yang kedalamannya hanya satu sampai dua meter. Begitulah, secara ceremonial kami bertujuh sebagai siswa sertifikasi selam POSSI-CMAS dinyatakan lulus. Sedangkan secara administrasi akan menyusul kemudian di Jakarta.
Ceremonial mengenakan baju POSSI-CMAS di dalam air (photo by Chusen Aun)
Mejelang senja, akhirnya kami semua kembali menuju ke Teluk Nira di Pulau Lombok. Berpisah dengan tiga rekan saya yang sebelumnya tetap tinggal di Gili Trawangan. Untuk kemudian menunggu bus jemputan yang akan membawa kami ke Kota Mataram hingga malam menjelang.
Gili Nanggu
Hari ketiga di Lombok, hari valentine, rombongan kami terpecah lagi menjadi tiga. Saya bersama beberapa rekan menuju ke Gili Nanggu, sebuah pulau di perairan Sekotong. Beberapa rekan saya yang lain memutuskan untuk jalan-jalan dan hunting foto di beberapa destinasi wisata di Pulau Lombok. Dan dua rekan yang lain jalan-jalan spesial di hari kasih sayang ini.
Gili Nanggu adalah sebuah pulau pribadi. Milik seorang pengusaha pertambangan asal Jakarta, kata Wayan yang bekerja di resort di gili ini. Pulau ini dimiliki ketika belum ada perundang-undangan yang melarang kepemilikan sebuah pulau. Pulau yang luasnya kurang lebih 12,5 hektar ini memiliki resort yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan yang berkunjung. Di pulau ini juga ada tempat penangkaran penyu yang dikelola juga oleh karyawan-karyawan resort. Tidak jauh berbeda dengan di Gili Trawangan, penangkaran penyu ini juga swadaya pemilik pulau. Telur-telur penyu didapatkan dari warga setempat, Gili Nanggu resort membelinya untuk ditetaskan dan kemudian dilepasliarkan.
Hal yang menarik adalah penyu-penyu ini dilepaskan setelah berumur delapan bulan, bukan yang berumur dengan hitungan hari atau minggu lagi. Dipadukan dengan kegiatan ekowisata di pulau ini. Artinya wisatawan yang berkunjung diberikan paket melepasliarkan penyu-penyu yang ada dengan biaya tertentu dimana nantinya keuntungan yang didapatkan akan digunakan untuk operasional penangkaran penyu tersebut.
Tentang laut, perairan di sebelah selatan Gili Nanggu ini biasa digunakan sebagai tempat snorkling. Tidak ada keterangan untuk spot diving. Dari peta-peta spot diving di Lombok juga dikatakan jarang yang mencoba diving di tempat ini. Tetapi saya mencoba untuk diving lagi di perairan Gili Nanggu ini dengan kedalaman kurang lebih enam meter, memang cukup dangkal. Selain karena spotnya yang memang sepertinya untuk snorkling, juga karena sebagian besar dari kami dalam tahap netralisasi nitrogen setelah menyelam cukup banyak di hari-hari sebelumnya. Dalam menyelam, ada banyak perhitungan waktu yang menentukan boleh atau tidaknya kita menyelam.
Perairannya tidak lebih bagus dari spot-spot penyelaman saya sebelumnya di Gili trawangan. Air keruh dan terumbu karang serta ikan yang biasa saja di perairannya yang dangkal, tapi tetap indah bagi saya yang hanya baru tiga hari ini mengenal kegiatan menyelam. Yang membuat spesial adalah saya melewati hari yang katanya adalah valentine ini di dunia bawah laut.
Pulang
Di pagi yang dingin saya merasa kesunyian. Seluruh rekan saya telah berangkat ke Jakarta di pagi-pagi buta. Sungguh aneh rasanya di tempat yang sebelumnya saya merasakannya keramaian dan kebersamaan kini tiba-tiba hanya sendiri. Saya akan melanjutkan perjalanan ke Bali, ke kampung halaman.
Sampai jumpa Lombok. Tempat pengalaman saya untuk pertama kalinya belajar menyelam di dalam perairannya. Membawa saya ke dunia baru yang menyajikan warna-warni baru, mahluk hidup beraneka ragam, serta tekstur alam yang menakjubkan.
Mataram - Jakarta, February 2011
sing ngajak ngajak hix
ReplyDelete@Cothat : Hahaha. Iya Det. Nanti lain kali diajak. :p
ReplyDeletewahh.. smakin membuat saya tak sabar untuk melakukannya..
ReplyDelete*kpaksa ditunda taun depan nih bli..
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSalam kenal Mas Bonando.
ReplyDeleteBiaya diving tergantung pada instansi pelatihannya Mas, tergantung instrukturnya, tergantung di mana praktik lapangannya.