Hari mulai beranjak siang ketika minibus tujuan Batur Banjarnegara yang saya tumpangi masih ngetem menunggu penumpang di pinggiran jalan di sudut Kota Wonosobo. Telepon saya berdering. Mat Fadil, seorang asli Dieng menyapa saya di seberang sana. "Jadi ke Dieng nggak Mas...? Saya sudah menunggu di warung.", begitu ia bertanya dengan ramah dimana sehari sebelumnya saya sempat memberitahunya bahwa saya akan ke Dieng lagi. Perjalanan yang menanjak mendaki, melewati lereng-lereng bukit yang gersang oleh pepohonan hutan, dan udara yang terasa dingin menembus jendela kendaraan menjadi pemandangan tak asing menuju dataran tinggi di titik tengah Pulau Jawa ini. Seorang bapak setengah baya berpeci dan bersarung - pakaian khas masyarakat di daerah ketinggian memberitahu saya ongkos angkutan yang saya tumpangi ini; pemuda ramah yang menjadi kondektur yang mungkin usianya tidak melebihi saya dan yang mungkin tidak melanjutkan kuliah sehingga tidak menjadi pegawai kantoran di ibukota sepe
Kumpulan catatan dan coretan-coretan dari I Komang Gde Subagia