Dan pikiranku pun melayang. Kepada cerita delapan puluh tahun lalu. Ketika semangat dan rasa senasib yang sama. Ketika membara dan bercita-cita sama. Dari Sumatra, Jawa, Borneo, dan Celebes. Walaupun mungkin Aceh, Bali, dan Irian belum turut serta. Apalagi Timor Timur. Dan tanganku pun mulai membuka lembaran-lembaran sejarah tebal. Mencari tahu tentang apa yang terjadi puluhan tahun lalu. Ada kebanggaan. Tentang cerita penuh pesona waktu itu. Kalaupun ada sedikit silang pendapat dan perbedaan, tak menjadi aral yang melintang. Dan mereka kobarkan janji. Ikrarkan sumpah. Bahwa mereka, dan kita yang meneruskannya, bahwa kau dan aku, adalah satu. Dan telingaku pun mulai bermimpi. Mendengarkan sayup-sayup gesekan biola Wage Rudolf Supratman. Jelas mengalunkan syair-syair kebangsaan. Berkumandang. Bersama angin yang bertiup kencang. Sekencang semangat yang terpatri. Berkelana menyampaikan beritanya ke seluruh nusantara. Mereka kepalkan tangan. Bahwa kau dan aku adalah satu. Dan mataku pun te...
Kumpulan catatan dan coretan-coretan dari I Komang Gde Subagia