Skip to main content

Posts

Bersih dan Rapi

Dulu, teman saya pernah membahas tentang kebersihan dan kerapian. Saya teringat idenya itu. Karena rasanya ada banyak hal di sekitar kita yang perlu ditangani dengan menerapkan konsep bersih dan rapi ini. Bersih memiliki arti bahwa benda atau lokasi yang terbebas dari material yang seharusnya tak di sana, terutama yang merugikan seperti kuman dan kotoran. Sedangkan rapi adalah kondisi yang tertib, teratur, tersusun, dan enak dipandang. Jadi, bersih belum tentu rapi. Begitu juga sebaliknya, rapi belum tentu bersih. Tapi perpaduan keduanya menghasilkan hal yang hebat. Bersih dan rapi tidak hanya dimaksudkan kepada hal-hal yang berwujud saja. Baik itu pakaian, rumah, tempat kerja, jalanan, dan sebagainya. Tetapi juga berlaku pada hal-hal yang abstrak atau tak berwujud. Dan inilah yang sangat penting. Apa saja yang tak berwujud itu? Bisa pikiran, wawasan, permasalahan, strategi, dan sejenisnya. Kenapa bersih dan rapi ini menjadi penting? Dan kenapa juga saya mengatakan bahwa ia bisa mengha
Recent posts

Catatan Kecil dari Ambon

Secangkir kopi susu rempah dan sepiring roti sus menemani sore kala menunggu malam di Ambon. Saya bersama Pak Arif duduk melepas lelah di satu sudut ruangan. Di dalam kedai kopi yang bernama Rumah Kopi Tradisi Joas. Pemandangan suatu siang di Teluk Ambon. Tradisi Minum Kopi Maluku mungkin tak memiliki kopi khas seperti di Bali, Flores, Toraja, Papua, Aceh, atau beberapa daerah lain di Sumatera. Tapi kebiasaan minum kopi di Kota Ambon terlukis jelas di kedai-kedai pinggiran jalan. Seperti yang saya lihat di salah satu kedai yang ada di Jalan Said Perintah. Saya melihat keramaian kedai kopi di Ambon berbeda dengan keramaian kafe-kafe kopi kekinian di Bali. Atau mungkin di Jakarta. Di Bali, tempat minum kopi dominan dipenuhi oleh anak-anak muda usia belasan atau duapuluhan. Nongkrong sampai malam. Yang menurut saya, esensinya lebih pada pergaulan dan eksistensi para generasi z dan milenial. Sementara di Ambon, kedai kopi yang lebih sering disebut dengan rumah kopi, tak didominasi oleh kun

Kota Baru Masohi

Masohi adalah nama sebuah kota di Pulau Seram. Ia menjadi ibu kota kabupaten terbesar di Provinsi Maluku: Maluku Tengah. Wilayahnya mencakup sebagian besar Pulau Seram, sebagian Pulau Ambon, pulau-pulau kecil di Kepulauan Lease, bahkan hingga ke Kepulauan Banda yang jauh di selatan. Patung Soekarno di depan Pendopo Kantor Bupati Maluku Tengah. Kota Gotong Royong Berbicara tentang Masohi, kota ini adalah kota baru yang berdiri pasca kemerdekaan Indonesia. Kisahnya tak bisa lepas dari sosok Presiden Indonesia pertama: Soekarno. Patungnya berdiri gagah di depan kantor pemerintahan setempat. Kala itu pada tanggal 3 November 1958, Bung Karno menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Seram. Sang Proklamator meresmikan kegiatan pembukaan kota baru. Di hutan yang menjadi wilayah Negeri Amahai dan sebagian Negeri Haturu. Ditandai dengan peletakkan batu pertama dan penanaman pohon beringin. Peristiwa bersejarah itu menjadi titik awal sejarah perjalanan Kota Masohi. Yang kemudian dijadikan

Kembali ke Piliana

Cuaca berubah cepat di Binaiya. Selepas siang, kabut berdatangan. Awan tebal kelabu bergulung-gulung. Mendung makin pekat. Ini seperti  hari-hari kemarin. Hujan selalu turun saban sore. Sepatu dan celana yang kotor ketika turun ke Aimoto. (Foto oleh Abdul Kholik) Pos 6 Waifuku Selepas tengah hari, setelah beristirahat cukup lama di bawah pohon jomblo, kami semua turun. Menyusuri lagi jalur pendakian ke arah sebaliknya. Yang tadi pagi telah kami lalui. Kembali ke Pos 4 Isiali. Ratusan meter di bawah pohon jomblo, ada dataran yang cukup luas. Membentang di antara bebatuan. Itu biasanya disebut Pos 6 Waifuku. Karena lokasinya berada tak jauh dari Puncak Waifuku. Saat perjalanan ke puncak sebelumnya, saya melihat ada satu rombongan pendaki. Mereka bermalam di Pos 6 Waifuku ini. Tenda-tendanya terpasang di bawah pepohonan rindang. Saat kami tiba lagi, mereka sudah tak ada. Sudah turun ke bawah. Menurut saya, Pos 6 Waifuku tempat yang nyaman untuk 'ngecamp'. Selain jaraknya yang tak

Pegunungan Sembilan

Bagi masyarakat di Pulau Seram, Gunung Binaiya lebih dikenal dengan sebutan Pegunungan Sembilan. Hal itu dikarenakan puncak yang berjumlah sembilan. Apa saja? Beberapa di antaranya saya ceritakan di tulisan ini. Pagi merekah di Binaiya. Tampak salah satu puncakan dari Pegunungan Sembilan. Dini Hari Pukul satu dini hari, saya sudah bangun. Udara dingin mendera. Ketinggian Isiali, yang melebihi 2000 meter di atas permukaan laut, membuat suhu lebih rendah dari malam sebelumnya. Saya harus bersiap. Rencana harus ditepati. Hari ini, adalah jadwal kami menuju Puncak Binaiya. Dengan perasaan berat, saya kembali mengenakan pakaian lapangan. Sepatu masih basah. Kaos kaki belum betul-betul kering dari hujan semalam. Kondisi baju dan celana lumayan, karena semalam saya jemur di atas api unggun. Dalam perjalanan mendaki gunung, saya selalu membawa dua set pakaian. Untuk memaksimalkan beban. Apalagi saya tak menggunakan porter pribadi. Pakaian set pertama adalah pakaian lapangan, yang dipakai saat